Teladan Merendahkan Diri dan Melayani

Yohanes 13 : 1 20

PENDAHULUAN :

Gereja sebagai persekutuan yang hidup tentu membutuhkan model pelayanan Gembala yang sungguh-sungguh mengabdikan diri untuk perkembangan Gereja itu sendiri. Gereja lahir dari Yesus Kristus dan Yesuslah adalah Guru Agung itu sendiri. Dia bukan hanya mengajar kita untuk melayani, tetapi Dia memberi teladan bagi kita untuk memahami bagaimana sesungguhnya kita harus melayani. Salah satu teladan yang Dia berikan adalah saat Dia membasuh kaki para murid-Nya.

Kisah Yohanes tentang perjamuan terakhir diawali dengan Yesus yang membasuh kaki para pengikutnya. Tindakannya sederhana, tetapi maknanya revolusioner. Dengan menggunakan cara yang paling biasa, Yesus menyampaikan kasih yang paling luar biasa dan memerintahkan para pengikutnya untuk melakukan hal yang sama. Dalam Injil Yohanes, kasih bukanlah suatu abstraksi tetapi tindakan yang membawa orang ke dalam hubungan dengan Kristus dan satu sama lain. Dunia menjadi “mengenal” kasih Kristus ketika kasih-Nya terbentuk dalam komunitas, di mana orang melayani dan dilayani (13:35)

PENJELASAN TEKS

Bacaan ini menceritakan kisah Yesus yang membasuh kaki murid-murid-Nya selama perjamuan terakhir. Perjamuan sudah berlangsung dan mengetahui bahwa Ia akan kembali kepada Tuhan, Yesus mengajar melalui tindakan dalam tindakan kerendahan hati dan pelayanan ini. Tindakan ini mengajarkan kita bagaimana mengasihi, bagaimana menyembah, dan bagaimana melakukan perjumpaan yang penuh rasa hormat

Pertama, Yesus adalah orang yang melakukan tindakan dalam 13:1-10. Dia adalah pelaku, yang bertindak atas nama para pengikut-Nya. Di dunia kuno, orang-orang biasanya mencuci kaki mereka sendiri. Ketika tamu tiba di rumah seseorang, kaki mereka tertutup debu dari jalan, tuan rumah yang baik akan menawarkan mereka baskom berisi air. Tuan rumah tidak akan mencuci, tetapi akan menyediakan air sehingga para tamu dapat mencuci kaki mereka sendiri. Dalam beberapa kasus tuan rumah akan meminta seorang budak untuk mencuci kaki para tamu. Tetapi dipahami bahwa tidak ada orang merdeka yang akan membungkuk untuk mencuci kaki orang merdeka lainnya. Keramahtamahan berarti menawarkan air dan mungkin jasa seorang budak. Itu tidak berarti mencuci.

Bagi orang yang bebas, membasuh kaki orang lain berarti ia mengambil posisi sebagai budak. Satu-satunya alasan seseorang melakukan ini dengan sukarela adalah untuk menunjukkan pengabdian penuh kepada orang lain. Inilah yang Yesus lakukan di sini. Ia mengambil peran sebagai budak untuk menunjukkan kedalaman kasih-Nya kepada murid-murid-Nya (13:1). Yesus tidak bertindak karena kelemahan, tetapi karena kekuatan. Yohanes memberi tahu kita bahwa Yesus datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah, dan bahwa Allah telah menyerahkan segala sesuatu ke dalam tangan Yesus. Namun, orang yang memiliki segala sesuatu di tangan-Nya sekarang menggunakan tangan-Nya untuk membasuh kaki. Kuasa-Nya dinyatakan dalam kasih yang mengorbankan diri (13:3-5).

Terlebih lagi, iblis hadir dan aktif dalam adegan itu, menaruh pengkhianatan ke dalam hati Yudas (13:2). Namun di sini kasih Yesus tetap tak tergoyahkan. Yesus tidak menghadapi kejahatan menurut ketentuan Setan, tetapi menurut ketentuan Allah—karena dalam menghadapi pengkhianatan, Ia tampaknya membasuh kaki semua murid, termasuk kaki Yudas. Kasih yang Yesus tunjukkan di sini tidak dapat disamakan dengan perasaan kasih sayang. Kasih itu adalah bentuk kuasa ilahi dalam menghadapi dosa dan kejahatan.

Keberatan Petrus yang tidak jelas terhadap pembasuhan kaki sepenuhnya dapat dimengerti. Tidak ada murid yang menghargai dirinya sendiri yang akan membiarkan seorang guru bertindak seperti ini terhadap murid-muridnya (13:6). Namun Yesus menegaskan bahwa ia harus bertindak seperti ini, karena jika seseorang ingin berhubungan dengan-Nya, itu akan datang sebagai anugerah–anugerah kasih ilahi yang memalukan (13:8). Petrus tidak dapat memahami hal ini sekarang, tetapi penyangkalannya terhadap Yesus pada malam itu akan memperjelas bahwa jika hubungannya dengan Yesus akan memiliki masa depan, itu harus datang sebagai anugerah kasih dari Yesus yang disalibkan dan bangkit.

Kedua, Yesus memberi tahu para murid bahwa apa yang telah Ia lakukan bukan hanya sebuah anugerah, tetapi sebuah contoh. Sebagaimana Ia telah membasuh kaki mereka, mereka pun harus saling membasuh kaki (13:12-17). Perhatikan bahwa perintah ini tidak diberikan di awal pasal ini. Yesus tidak memerintahkan mereka untuk menunjukkan kasih kepada orang lain sampai mereka telah menerima kasih dari-Nya. Dengan membasuh kaki orang lain, mereka dipanggil untuk membagikan kasih yang telah mereka terima dari Kristus.

Pada titik ini seorang pengkhotbah akan merasa terlalu mudah untuk mereduksi implikasi dari pembasuhan kaki menjadi panggilan umum untuk “bersikap membantu.” Tindakan kasih yang mencengangkan yang dilakukan Yesus dengan membasuh kaki dapat dengan cepat berubah menjadi basa-basi moral. Namun, orang harus bertanya-tanya apakah benar-benar perlu bagi Yesus untuk berperan sebagai seorang budak pada perjamuan terakhir, dan kemudian menderita jenis hukuman mati yang digunakan orang Romawi untuk para budak dan pemberontak, jika ia hanya ingin mendorong sedikit lebih banyak kesadaran sipil.

Perintah untuk saling membasuh kaki merupakan panggilan untuk berbagi kasih yang mengejutkan dan mencengangkan. Ini merupakan panggilan agar kasih muncul ketika tidak seorang pun menduganya. Tuhan menyerahkan segala sesuatu ke dalam tangan Yesus, dan Yesus melakukan hal yang tidak terduga dengan membungkuk dan menggunakan tangannya untuk membasuh kaki. Para pengikut Yesus juga telah dipercayakan dengan kemampuan dan kesempatan. Contoh membasuh kaki merupakan panggilan untuk melakukan apa yang dibutuhkan, bukan sekadar diharapkan, panggilan untuk menerjemahkan kasih ke dalam pelayanan yang bahkan mungkin mengejutkan seseorang.

Ketiga, perintah-perintah Yesus dalam Injil Yohanes bersifat membangun komunitas. Yesus memberi tahu para pengikut-Nya untuk saling membasuh kaki sebagaimana Ia membasuh kaki, lalu berkata bahwa mereka harus saling mengasihi sebagaimana Ia mengasihi mereka (13:14, 34). Perhatikan bahwa dalam kedua perintah tersebut ada rasa saling timbal balik. Orang saling membasuh dan mengasihi. Saling timbal balik ini mengakui bahwa para pengikut Yesus perlu terus menerima kasih dari orang lain bahkan ketika mereka terus memberikan kasih kepada orang lain. Tidak ada seorang pun yang mampu menghidupi dirinya sendiri. Pemberdayaan untuk melayani datang ketika kasih diberikan dan diterima dalam komunitas tempat para pengikut Yesus berada.

MEMAKNAI TEKS :

Pelayanan dan keteladanan, itulah dua hal yang Yesus berikan kepada para murid, kepada orang banyak di masa itu, dan kepada kita hari ini. Ia melayani karena kasih dan dengan kasih. Ia memberikan teladan dalam hal saling mengasihi. Sebelum Yesus secara khusus meminta kepada para murid untuk melayani dan menjadi teladan bagi banyak orang, Yesus telah lebih dahulu melakukannya. Ia menunjukkan kasih-Nya dan memberikan kasih tanpa syarat dan tanpa batas. Ia melayani tanpa pandang bulu.

Memaknai teks ini untuk sebuah pemberitaan mimbar maka pengkhotbah dapat menggali lebih dalam beberapa makna tekstual yang terkandung dalam teks ini. Secara sederhana ada beberapa pokok penting yang bisa dijadikan penekanan dalam pemberitaan, yakni :

  1. Teladan Kasih

Pengertian kasih dalam kehidupan orang Kristen selalu menunjuk pada karya Allah dalam kehidupan manusia melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus telah memperlihatkan kasih itu di dalam keseluruhan hidup-Nya. Ia telah memberikan yang terbaik (Lat: summum bonum). Kasih-Nya total. Kasih ini melekat pada diri-Nya yang adalah kasih adanya (I Yoh. 4:8b). Karena Allah adalah kasih, maka Ia adalah sumber kasih (I Pet. 5:10; Mzm. 84:12; Yak.  1:17). Kasih menempati posisi teratas dalam segala unsur kehidupan. Kasih lebih tinggi dari iman dan pengharapan (Bdk. I Kor. 13:13). Hal ini menandakan bahwa dimensi kasih merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia seutuhnya.

Kasih yang ditunjukkan oleh Yesus Kristus adalah kasih yang tertinggi – tanpa batas, yaitu sampai kepada kesudahannya (suatu kesudahan yang bertujuan dan pasti). Kasih Yesus adalah kasih kekal (kasih agape) yang tidak berubah dan tidak dipengaruhi oleh situasi apapun. Kasih yang dinyatakan Yesus dalam peristiwa pembasuhan adalah kasih yang disertai pengorbanan tanpa pamrih, tanpa keluhan, dan penyesalan. Kasih Yesus adalah kasih yang mendahulukan orang lain dengan mengorbankan kepentingan diri sendiri. Yohanes menulis, “Inilah perintahKu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yohanes 15:12,13). Dari teks ini memperjelas bahwa kasih Kristus adalah kasih yang besar (mega kasih).

Bagi kita yang hidup di jaman sekarang, mengaplikasikan kasih Yesus dalam kehidupan sehari-hari dibuktikan melalui melayani orang lain (Mat. 5:35; Ibr. 6:10); harus dinyatakan untuk menolong orang-orang yang lemah (Gal. 6:2; I Tes. 5:14); harus dinyatakan untuk menutupi kesalahan orang lain (Ams. 10:12; I Pet. 4:8); harus dinyatakan melalui saling menasihati (Im. 19:17; Mat. 18:15), dengan melibatkan totalitas hidup sebagai anak-anak Tuhan.

  1. Teladan Kerendahan Hati

Proses pembasuhan kaki para murid Yesus Kristus adalah bagian yang berhubungan erat dengan kerendahan hati yaitu kesediaan untuk melayani. Mengambil tugas yang bukan tugas yang sesungguhnya. Menempatkan diri sebagai bukan orang penting. Hal inilah yang tercermin dari cara pelayanan Yesus Kristus pada pasal 13. “Bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya”. (Ay. 4) Tindakan memulai dan menanggalkan jubah adalah tindakan keteladanan kerendahan hati yang patut ditiru. Berkaitan dengan kerendahan hati Yesus Kristus, bahwa Ia lemah lembut dan rendah hati (Mat. 11:29). Perlu digarisbawahi bahwa kerendahan hati adalah bagian yang utuh dari kehidupan Tuhan Yesus. Inilah yang ditunjukkannya dalam peristiwa pembasuhan kaki.

Tatkala Tuhan Yesus melakukan pembasuhan kaki murid menggambarkan bahwa Ia adalah teladan agung kerendahan hati. Tuhan Yesus tidak peduli dengan perasaan kemanusiaan-Nya, tetapi Ia melaksanakan-Nya demi kemuliaan Bapa (Bdk. Kol. 3:23). Dalam pembasuhan kaki, Tuhan Yesus meletakkan jabatan-Nya sebagai guru dan pemimpin dengan menempatkan para murid di tempat utama yang perlu dilayani. Ini kerendahan hati yang luar biasa! Kaki murid yang penuh dengan kotoran, Tuhan Yesus harus tunduk untuk membersihkannya. Sebagai seorang pemimpin harus menanamkan dan menghidupi sikap kerendahan hati. Pemimpin-hamba berarti pemimpin yang berhati seorang hamba yang mampu membaca, mengenali, menganalisis situasi dan kondisi dalam pengalaman hidup kepemimpinan gereja saat ini.

  1. Teladan Saling Melayani

Dalam pembasuhan kaki murid, Yesus mengingatkan tanggung jawab misi bagi para murid. Yesus membandingkan peristiwa yang sedang terjadi dengan tugas baru yang harus dilakukan oleh para murid. Perkataan Tuhan Yesus, “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling (tidak hanya saya tetapi kamu juga) membasuh kakimu” (Yoh. 13:14) adalah suatu penerapan praktis pada apa yang telah dilakukannya sebagai seorang Guru. Di sini terulang kembali tentang adanya indikasi konsep hidup pelayan-hamba dan bukan pelayan-penguasa. Tanggung jawab untuk saling membasuh kaki (saling melayani) adalah bagian integral dari pelayanan yang harus diwujud-nyatakan. Ini bukan sesuatu konsep basa-basi tetapi lebih menekankan pada kesadaran untuk saling bekerja sama, saling bertolong-tolongan (take up, carry) dalam memikul beban (Gal. 6:2).

Tujuan dari semuanya adalah untuk mempererat hubungan kerja sama dalam mengangkat, membangun satu dengan yang lain di bawah naungan kasih Kristus. Kondisi-kondisi yang mengancam integrasi dan keharmonisan hubungan perlu diwaspadai. Dengan membangun dan memperkukuh kesatuan batin yang diwujudkan melalui saling melayani akan mendatangkan keuntungan dan kemajuan yang membangun jemaat

  1. Teladan Pengorbanan

Teladan pengorbanan Yesus Kristus juga tercermin dari tindakan “bangunnya Yesus dari tempat duduknya dan menanggalkan jubah-Nya” (ay. 4). Yesus bangun (wake, arise, appear) untuk melakukan pembasuhan. Ini suatu tindakan inisiatif; suatu tindakan memulai.

Dalam mengikut Tuhan unsur pengorbanan tenaga, waktu, materi, jabatan/identitas, perasaan duniawi, bahkan pengorbanan nyawa menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Pengorbanan tersebut harus didasarkan pada penyangkalan diri yang bertumbuh dari kasih ilahi; dan bukan berdasarkan pada sesuatu hal yang diusahakan dengan motivasi yang keliru.

Memahami tentang pengorbanan, tidak terlepas dari dimensi pengorbanan Kristus atas totalitas kehidupan manusia. Pengorbanan Tuhan Yesus tidak dapat diukur dengan apa pun karena pengorbanan yang dilakukan-Nya adalah menyangkut hal yang paling hakiki dalam kehidupan manusia. Kenyataan ini membuktikan bahwa rasa solidaritas-Nya terhadap umat manusia sangat tinggi.

  1. Teladan Ketaatan

Yesus Kristus taat pada apa yang dimandatkan oleh Bapa kepada-Nya. Yesus menyatakan bahwa Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku” (ay. 20).

Kata ketaatan diterjemahkan dari kata Yunani “hupakoes = obedient” yang berakar kata pada “hupakouo” dapat diartikan dengan kata patuh, menurut, tunduk, takluk. Dari pengertian tersebut terlihat jelas bahwa ketaatan adalah suatu keharusan yang perlu ditanggapi dan dilaksanakan. Istilah ketaatan itu sendiri selalu dikaitkan dengan: menuruti sabda Tuhan (Kel. 19:5; Yer. 7:23); mendengar perintah Tuhan (Ul. 11:27; Yes. 42:24); mentaati Kristus (II Kor. 10:5); taat Injil (Rom. 11:5; 6:17; 10:16, 17); memegang perintah Tuhan (Pkh. 12:13); takluk kepada pemerintah (Rom. 13).

Merujuk pada ketaatan Tuhan Yesus dalam melaksanakan misi-Nya, rasul Paulus  mengatakan: “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Fil. 2:8). Tuhan Yesus dalam rencana kekekalan Allah, Ia telah merendahkan diri-Nya dan mempertahankan serta menghidupi ketaatan. Ketaatan Tuhan Yesus mengakhirinya dengan pengorbanan yang dahsyat dan berwujud pada nilai termulia. Tuhan Yesus tidak sekadar taat pada pelaksanaan tugas misi bagi isi dunia, tetapi nilai ketaatan-Nya dibayar dengan nyawa.

  1. Teladan Penghambaan

Teladan penghambaan ini dipaparkan di dalam ayat 16 yang menyatakan, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. ”Kebenaran ini menjelaskan tentang status para murid sebagai sehingga tidak seorang pun merasa rendah dan sebaliknya, merasa tinggi. Tindakan penghambaan adalah tindakan berani menjadikan diri sebagai seorang pelayan yang berkarakter seorang hamba (Yun. doulos = hamba, jongos, budak, pembantu di mata Allah). Titik perhatian utama dari seorang hamba adalah melayani dengan dedikasi penuh kepada Tuan. Berdasarkan pada hierarki masyarakat dalam batas tertentu mengandung unsur dan pengertian yang berada pada status “level bawah”. Level bawah berarti seorang hamba yang berada pada tingkatan masyarakat yang paling rendah sebagai budak.

Dalam kesederhanaan Tuhan Yesus, Ia mengambil rupa seorang hamba yang menunjukkan bahwa Ia tidak menonjolkan keberadaan-Nya sebagai Manusia Allah. Ia telah mengosongkan diri-Nya untuk menjadi hamba bagi manusia. Selain itu, Ia tidak menunjukkan keunggulan-Nya sekalipun hal itu merupakan hak-Nya.

Melalui proses pembasuhan kaki para murid (Yoh 13:4-5) menandai bahwa Tuhan Yesus menggunakan alat-alat seorang budak. Baskom dan kain penyeka (kain lenan) adalah alat yang sangat berharga bagi-Nya dalam menyatakan kesederhanaan-Nya.

  1. Teladan Kesabaran

Kesabaran selalu menunjuk pada sikap hidup seseorang untuk tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, dan banyak lagi pengertian lain. Dalam Bahasa Yunani, kata kesabaran diterjemahkan dari kata “makrothumia” yang juga dapat diartikan dengan ketekunan atau ketahanan.

Berdasarkan pengertian tersebut maka kesabaran adalah ketahanan batin untuk menghadapi segala pencobaan; tantangan. Buah yang akan tumbuh pada kesabaran adalah sikap tenang dalam menghadapi segala sesuatu dan menyerahkannya kepada Tuhan. Kesabaran merupakan salah satu bagian dari buah Roh dalam Galatia 5:22. Hal ini lebih lanjut ditekankan oleh rasul Paulus dalam suratnya kepada Timotius yang menandaskan bahwa Tuhan Yesus telah menunjukkan seluruh kesabaran-Nya (Bandingkan I Timotius 1:16).

Ketika Yesus mengadakan interaksi dengan Petrus dalam pembasuhan kaki, terlihat bahwa Yesus sangat sabar dalam menghadapi pola pemikiran dari Petrus yang kontras dengan apa yang dipikirkanNya. Pada dialog Yesus dengan Petrus ayat 6-11 menandai konsep kesabaran ini. Yesus dengan sepenuh hati menjelaskan dengan penuh hikmat apa yang masih menjadi tanda tanya buat Petrus. Dengan sikap demikian, Petrus mengalami ketenangan batin.

Dalam kehidupan kekristenan masa kini, kesabaran sangatlah dibutuhkan. Kesabaran merupakan kunci kemenangan bahkan kunci keberhasilan. Kesabaran dapat bekerja apabila membiarkan Roh Allah bekerja di dalam hati, karena Dia adalah sumber kesabaran itu sendiri (Rom. 15:5). Teladan kesabaran berada dan bersumber dari Yesus Kristus (Bdk. Yes. 15:7; Kis. 8:32; Mat. 27:14). Oleh karena itu, sebagai umat Tuhan harus memberi ruang yang terbuka bagi kesabaran dalam kondisi apapun sebagai bagian dari pilar dan ketahanan iman di tengah-tengah gempuran kuasa serta tantangan dunia zaman ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *