“Sentuhan Fisik yang Memulihkan”

Yohanes 20 19  29

1. PENDAHULUAN :

Sentuhan fisik, atau yang dikenal sebagai skinship, adalah cara ekspresi kasih sayang yang kuat dan bermanfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Sentuhan fisik, seperti pelukan, ciuman, atau pegangan tangan, dapat meningkatkan pelepasan hormon oksitosin, yang dikenal sebagai “hormon cinta” atau “hormon pelukan”. Oksitosin membantu mengurangi stres, meningkatkan rasa percaya diri, dan memperkuat ikatan emosional.

Tema khotbah hari ini dalam Bulan Budaya GMIT tahun 2025 : Sentuhan Fisik yang Memulihkan menolong kita untuk mendalami makna sentuhan fisik dalam aspek budaya dan aspek teologi yang didasarkan pada teks Yohanes 20:19-29.

2. PENJELASAN TEKS

Di minggu Paskah ke-3 ini, cerita Paskah menjadi poin penting. Kebangkitan Yesus yang disertai berita penampakan Yesus menjadi berita yang menggembirakan pula. Penampakan Yesus menjadi sarana pembuktian bahwa Yesus hidup. Mendalami teks Yohanes 20:19-29, kita menemukan beberapa catatan penting :

🔹 Ayat 19-23 : Penampakan kepada para murid. Yesus berbicara kepada seluruh komunitas murid-Nya tanpa kehadiran Tomas. Yesus menampakkan diri kepada murid-muridnya sewaktu mereka sedang mengunci diri karena takut kepada para penguasa Yahudi. Mengapa mereka ketakutan ? Ketakutan mereka lebih kepada para pemimpin agama dan pemerintah Romawi saat itu karena mereka dianggap sebagai pengikut Yesus, yang telah dihukum mati sebagai penjahat. Mereka takut akan ditangkap dan dianiaya oleh para pemimpin agama dan pemerintah.  Ketakutan menjadi situasi utama yang dialami para murid sehingga ketika menampakkan diri kepada para murid, Yesus memberi salam damai sejahtera dan kemudian menghembusi mereka dengan Roh (Yoh 20:21-22; lihat juga ay. 26). Apa artinya damai sejahtera (Yunani: eirēnē ; Ibrani: syalom )? Damai sejahtera yang diberikan oleh Yesus adalah suatu keadaan baik yang penuh, tanpa sedikit pun kekurangan. Dalam bagian ini, kata syalom muncul dua kali. Yang pertama ( ayat ke-19 ) ditujukan kepada para murid ketika Tuhan Yesus pertama kali menemui mereka. Yang kedua ( ayat ke-21 ) dipakai dalam mengutus murid-murid untuk membawa syalom . Jadi, syalom membuat murid-murid bangkit dari ketakutan. Selain itu, mereka tidak hanya menerima syalom , tetapi juga diminta untuk menyebarkannya. Dengan penampakan Yesus dan ucapan “damai Sejahtera” membuat ketakutan berubah menjadi kedamaian dan keterkungkungan menjadi penuh daya hidup. Memang penampakan itu belum dialami banyak orang lain. Barulah kelompok kecil itulah yang mengalaminya dan melihat bekas luka paku dan tusukan tombak. Akan tetapi, syalom yang diberikan oleh Tuhan Yesus bukanlah sesuatu yang murahan dan karena itu, para murid diminta untuk menyebarkannya. Untuk melaksanakan tugas pengutusan (menyebarkan damai sejahtera) tersebut, Yesus juga memberi mereka kuasa (mengembusi Roh Kudus). Yesus memberi kuasa kepada para pengikut-Nya untuk mengampuni dosa atau tidak mengampuni dosa-dosa mereka sebagai ganti-Nya.

🔹 Ayat 24-29 : Perjumpaan Yesus dengan Si Peragu yang memberi sentuhan pemulihan.  Cerita penampakan Yesus kepada Tomas dalam Yoh. 20:24-29 memberi gambaran bagaimana mengolah kesulitan iman yang dibalut dengan logika berpikir. Kita tidak tahu mengapa Tomas tidak ada di sana pada waktu penampakan Yesus dalam kisah yang tergambar di Yoh. 20:19-23. Dalam Konteks Yohanes 20:19-23, Tomas tidak bersama dengan murid-murid lainnya. Tomas di luar dari persekutuan komunitas murid. Karena Tomas berada di luar persekutuan komunitas murid maka dia tidak melihat langsung penampakan Yesus. Oleh karena itu, ketika berita tentang Yesus bangkit tidak mudah untuk diterima oleh Tomas. Bahkan dia meragukan keabsahan berita tersebut karena informasi tersebut bukan datang dari sumber utama. Tomas tidak percaya pada kebangkitan Yesus tanpa bukti fisik. Yesus menampakkan diri kepada Tomas dan memintanya meraba/menyentuh bila itu bakal membuatnya percaya. Tomas diminta membuat penilaian sendiri apa dia yang kini datang itu sama dengan yang dulu diikutinya. Kepercayaan yang sedemikian besar dari pihak yang bangkit itu membuat Tomas mengenalinya. Ia berseru, “Tuhanku dan Allahku!” Saat itulah mata batin Tomas terbuka. Melihat Yesus itu berarti melihat Allah Yang Maha Tinggi yang mengutus Yesus ke dunia ini. Itulah sebabnya Tomas menyerukan dua sebutan itu. Yesus sendiri dulu mengatakan kan siapa mengenalnya akan mengenali Bapanya pula (Yoh 8:19; 14:7.9-11). Dan Bapanya itu Allah. Bagi murid-murid dari zaman kemudian, amat besarlah daya kata-kata Yesus kepada Tomas pada akhir peristiwa itu (Yoh 20:29), “Karena engkau melihat aku maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.” Walaupun kata-kata itu ditujukan kepada Tomas, tapi isinya diperdengarkan kepada siapa saja, baik yang ada di situ waktu itu maupun kepada pembaca kisah tadi sepanjang masa. Dia yang bangkit itu sedemikian menghormati kemerdekaan Tomas. Sebenarnya inilah yang terjadi bagi banyak orang. Dia yang bangkit itu mempercayakan diri kepada manusia agar dikenali dalam hidup mereka. Dengan demikian percaya kepada dia yang bangkit itu sebenarnya jawaban ya kepada kebesarannya mempercayai bahwa kita bisa mengenalinya kembali.

3. MEMAKNAI TEKS :

Memaknai Bulan Budaya di minggu ke-2 ini dan di bawah terang tema Sentuhan Fisik yang Memulihkan, maka ada beberapa point perenungan yang bisa direnungkan adalah :

  1. Apa arti kebangkitan buat orang zaman sekarang?Pada dasarnya, percaya bahwa Yesus telah bangkit itu sama bagi murid-murid yang pertama dan bagi orang sekarang. Mengenali Dia akhirnya sama bagi semua orang. Setelah mendapat kekuatan Rohnya, murid-murid diutus untuk mewujudkan kepercayaannya kepada Bapanya. Hal ini diungkapkan dengan bahasa yang lebih mudah dipahami dalam keadaan zaman itu, yaitu tentang mengampuni dosa atau menyatakan dosa tetap ada (Yoh 20:23). Yang dimaksud dengan dosa ialah penolakan terhadap dia yang hadir di tengah-tengah manusia dan membawakan kehadiran ilahi tadi. Murid-murid dulu ditugasi untuk hidup sesuai dengan semangat kebangkitan, menegakkan nilai-nilai yang sejalan dengan kemerdekaan hidup sebagai anak-anak Allah sendiri. Dalam perspektif ini kebangkitan membangun sebuah keadaban yang memberi tempat seluas-luasnya bagi manusia untuk menjadi dirinya sendiri: menjadi makhluk yang bisa mengalami Yang Mahakuasa sebagai yang penuh kerahiman seorang Bapa dan berbagi pengalaman ini dengan sesama. Pengutusan dan perutusan yang sama masih ada hingga kini buat semua orang dan demi semua orang.
  2. Iman seorang pencari fakta. Bagi Tomas, iman harus dapat dipegang dengan tangan, dilihat dengan mata, dirasakan dengan pancaindra; rasional dan bisa dimengerti oleh akal. Tetapi, sebenarnya iman berada di atas akal, walaupun tidak bertentangan dengan akal. Percaya kepada sesuatu yang bisa dilihat, dipegang dan dirasa, sebenarnya sulit sekali untuk dinamakan “percaya”. Oleh sebab itu firman Allah mengatakan: “Karena engkau telah melihat Aku maka engkau percaya, berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya”. Apakah kita percaya karena kita melihat, ataukah kita percaya walau tidak melihat? Tomas tidak hadir dalam persekutuan, karena itu, ia tidak melihat Yesus ketika Ia menampakkan diri di tengah-tengah para murid. Arti Paskah dan pengalaman akan dampak Paskah, dibukakan Yesus dalam sebuah persekutuan. Itulah wadah para murid mengerti dan mendalami arti sebuah persekutuan yang sesungguhnya. Dalam persekutuan itu pulalah para murid menyaksikan penampakan Yesus setelah kebangkitan-Nya. Seperti halnya Tomas, bukankah kita seringkali mengabaikan persekutuan, sehingga kita juga tidak bertemu dengan Yesus yang menampakkan diri? Karena di luar persekutuan itu, Tomas menuntut jawaban berupa bukti atas keraguan yang mungkin muncul mengenai kebangkitan Yesus Kristus. “Benarkah Yesus dibangkitkan? Di manakah Dia? Manakah bekas luka-Nya? Sampai aku menyentuh bekas luka-Nya, barulah aku percaya bahwa Dia bangkit.” Itulah kira-kira kalimat yang keluar dari perkataan Tomas. Tomas menolak untuk percaya kecuali Yesus sendiri berdiri di depan dia. Semua murid yang lain dianggap berhalusinasi dan Tomas berkeras tidak mau percaya kesaksian mereka. Tomas meminta bukti bahwa Yesus benar-benar bangkit. Apakah kematian Yesus tidak boleh diberikan dengan bukti? Tentu saja boleh. Tetapi banyak bukti tidak berarti banyak pengertian. Bukti selalu dipercaya berdasarkan pengertian yang telah dimiliki sebelumnya. Orang boleh saja melihat Yesus bangkit dan percaya Dia bangkit, tetapi apakah dia mengetahui makna kebangkitan-Nya? Apakah orang-orang yang menjadi saksi tahu mengapa Yesus bangkit? Belum tentu mereka tahu. Itu sebabnya setelah bangkit, Yesus masih bersama-sama dengan mereka selama 40 hari. Dia perlu memberikan pengertian tentang mengapa Dia harus mati dan bangkit. Saksi saja tidak cukup. Yesus menginginkan saksi yang mengerti bukan hanya fakta bahwa Dia bangkit, tetapi pengertian di baliknya tentang alasan Dia harus bangkit.
  3. Sentuhan fisik yang memulihkan. Sentuhan fisik, seperti pelukan dan pegangan tangan, memiliki banyak manfaat bagi kesehatan mental dan fisik, termasuk mengurangi stres, meningkatkan kedekatan emosional, dan melepaskan hormon oksitosin yang memicu perasaan senang. Yohanes memberi catatan tentang Tomas yang menuntut pembuktian iman dalam sentuhan fisik. Dia adalah orang yang tidak asal percaya. Dia adalah orang yang teliti dan selalu memperhatikan apa yang terjadi dan selalu berpikir logic. Dia tidak asal percaya. Dalam kejujuran ketulusannya Tomas sulit percaya bahwa Yesus bangkit. Kenapa? Karena : pertama adalah karena itu tidak masuk akal dia. Kedua : Tomas adalah orang yang suka mengamati, teliti dan dia berpikir logic. Yesus pernah mengatakan Aku akan pergi ke tempat Bapa dan akan menyiapkan tempat bagimu, kemana Aku pergi kamu tahu jalan ke situ. Tomas langsung bicara, kami tidak tahu jalan ke situ, kami tidak tahu kemana Engkau pergi, bagaimana kami tahu jalan ke situ? Lalu, Yesus mengatakan Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup. Kalimat terkenal dari Tuhan Yesus ini adalah jawaban dari pertanyaan Tomas yang pada waktu itu seluruh murid-Nya yang juga tidak tahu, tidak pernah menanyakan. Dengan catatan pengalaman Tomas, wajar dia mengatakan : “sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya,  sekali-kali aku tidak akan percaya”. Saat Yesus menampakkan diri kepada Tomas, Yesus berkata : “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan taruhlah ke lambung-Ku. Jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah”. Perjumpaan Yesus dengan Tomas memberi perubahan baru, sentuhan fisik antara Tomas dengan Yesus memberi cara pandang baru bagi Tomas sehingga Tomas pun berkata : “Ya Tuhanku dan Allahku”. Inilah perubahan yang terjadi dalam diri Tomas untuk sebuah perspektif tentang iman yang melampaui akal budi. Yesus memberi penegasan kepada Tomas : “Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya”.
  4. Sentuhan fisik dalam budaya: Dalam budaya Sabu, sentuhan fisik seperti “Henge’do” (cium hidung) memiliki makna yang mendalam dan bersifat memulihkan. Tradisi ini, yang dilakukan dengan menyentuhkan hidung, dianggap sebagai ungkapan rasa kekeluargaan dan sapaan yang hangat, bahkan di antara orang yang baru pertama kali bertemu.  Makna dan Manfaat Henge’do: 1) Ungkapan Kekeluargaan:Cium hidung dianggap sebagai cara untuk menghidupkan rasa kekeluargaan dan keakraban antara satu dengan yang lain, tanpa memandang status sosial, usia, atau jenis kelamin. 2) Sapaan yang Bermakna:Henge’do tidak hanya sekadar sapaan, tetapi juga simbol persahabatan dan rasa saling menghargai.  3) Memulihkan Hubungan: Tradisi ini dapat membantu memulihkan hubungan yang renggang atau mempererat tali persaudaraan. 4) Memperkuat Ikatan Sosial:Dengan melakukan henge’do, masyarakat Sabu menciptakan ikatan sosial yang kuat di antara mereka. 5) Ungkapan Rasa Hormat:Cium hidung juga dapat menjadi bentuk penghormatan kepada orang lain, terutama kepada orang yang lebih tua atau memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi.

Dengan saling menyentuhkan hidung, masyarakat Sabu dianggap menghidupkan kehidupan dan semangat kebersamaan. Henge’do juga dapat dipandang sebagai bagian dari bahasa nonverbal dalam budaya Sabu, yang mengungkapkan perasaan dan emosi tanpa kata-kata.  Bagi etnis Sabu, cium hidung punya makna yang sangat penting dan sakral. Cium hidung digunakan untuk empat tujuan. Pertamauntuk menghormati orang yang lebih tua atau yang dihormati. Keduauntuk menyambut tamu yang datang sebagai tanda kebersamaan dan kesatuan. Ketigauntuk mengucapkan selamat kepada orang yang baru menikah, memiliki anak atau mencapai prestasi tertentu. Keempatuntuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan, rasa terima kasih kepada orang tua atau orang yang telah memberikan pertolongan. Selain etnis Sabu, hampir semua semua budaya memaknai sentuhan fisik seperti cium hidung, pelukan/rangkulan dan jabat tangan sebagai tindakan yang penting dan sakral. Dengan demikian, sentuhan fisik memberi makna terdalam tentang bagaimana memperkuat relasi personal dengan orang lain. Lalu, bagaimana memperkuat relasi manusia dengan Tuhan ? Tuhan menyentuh hati kita untuk ada dalam perubahan hidup yang lebih baik dan memperkuat relasi dengan Dia. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *