“RAJA DAMAI YANG LEMBUT ”[1]
Pdt. Karel de Fretes, S. Th[2]
Matius 21 : 1 – 11
1. PENDAHULUAN :
Kedatangan pembesar selalu disertai rangkaian protokoler yang sering kali rumit dan menyusahkan. Kedatangan Yesus ke Yerusalem jauh dari rangkaian protokoler, namun orang banyak menyambut dengan segala kemeriahan.
Perikop ini adalah awal dari minggu paling penting dalam kehidupan Yesus — Minggu Palma. Yesus memasuki Yerusalem, peristiwa yang dikenal sebagai “Entry Triumphal” atau “Masuknya Raja Damai ke Yerusalem”. Yesus masuk ke Yerusalem bukan dengan parade kekuatan seperti seorang jenderal, tapi dengan kelembutan dan kerendahan hati. Orang banyak menyambut-Nya dengan sorakan dan daun palma (Minggu Palma), tetapi tak lama kemudian, suara yang sama akan berubah menjadi, “Salibkan Dia!”
2. PENJELASAN TEKS
🔹 Ayat 1-5 : Yesus adalah Raja yang berbeda. Yesus tidak datang menunggang kuda perang, melainkan seekor keledai — simbol damai dan rendah hati. Ini adalah penggenapan nubuat dalam Zakharia 9:9. Betfage sebuah tempat di dekat Bukit Zaitun menjadi tempat dimulainya persiapan mesianik. Di sini juga mulai dinampakkan otoritas dan pengetahuan Ilahi Yesus. Keledai kecil yang tertambat menjadi bukti otoritas dan pengetahuan Ilahi Yesus. Makna Yesus menunggangi keledai melampaui hal-hal yang langsung atau praktis. Bahkan dengan hewan yang hina ini merupakan bagian dari rencana Allah yang lebih besar. Keledai: Lambang kerendahan hati, bukan kuda perang. Ini mengindikasikan bahwa Yesus datang bukan sebagai penakluk militer, tapi sebagai Raja Damai. Bagian ini juga merupakan penggenapan nubuat bahwa Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan. “Puteri Sion” merujuk pada penduduk Yerusalem. Ia datang dengan karakter lemah lembut dan penuh damai (Zak. 9:9), bukan agresi. Yesus datang membawa kerajaan yang berbeda — kerajaan kasih, pengampunan, dan pertobatan. Dunia meng-agungkan kekuasaan, tetapi Yesus menunjukkan bahwa kerendahan hati adalah kekuatan sejati. Meskipun begitu, banyak orang tetap mengharapkan bahwa Mesias yang datang adalah Mesias yang kuat secara politik. Jadi, meskipun keledai dapat melambangkan kerendahan hati Yesus, ironi dari cerita ini adalah bahwa dengan menunggangi keledai ini, Yesus juga menyatakan bahwa Dia adalah Mesias, Sang Raja! Orang-orang Yahudi yang taat berkumpul di Yerusalem pada saat ini untuk merayakan pesta Paskah pasti mengetahui nubuat Perjanjian Lama ini. Jadi, tindakan sederhana ini menunjukkan hubungan dengan masa lalu dengan menggenapi nubuat tersebut. Dan itu juga menunjuk ke masa depan Yesus sebagai raja—bukan raja duniawi seperti yang dibayangkan sebagian orang, tetapi sebagai Raja sejati yang akan memerintah selamanya dalam kisah kasih, pengampunan, kasih karunia, dan penebusan Allah. Mesias, yang telah dinantikan orang-orang Yahudi selama berabad-abad.
Perhatikan kesediaan pemilik keledai yang spontan memberikan keledainya kepada Yesus, dan sambutan orang banyak sepanjang jalan yang dilalui-Nya! Kuasa dan kewibawaan nama Yesus sudah langsung menjadi penggerak bagi orang banyak untuk datang, menyambut, dan berseru-seru mengelu-elukan, “Hosana!” Seruan dalam bahasa Ibrani yang menyatakan pujian, harapan, kekaguman, dan kegembiraan. Hosana, Yesus Raja yang datang!
Refleksi: Apakah kita menerima Yesus sebagaimana Ia datang — dalam kerendahan dan damai? Ataukah kita hanya mau menerima Dia jika sesuai dengan keinginan kita? Apakah kita mengenal Yesus sebagai Raja yang benar? Apakah kita mau meneladani kerendahan hati-Nya dalam kehidupan sehari-hari?
🔹 Ayat 6-9 : Sambutan yang antusias, tetapi rapuh. Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan. Dan orang banyak yang berjalan di depan-Nya dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: ‘Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!’” Ketika Yesus memasuki kota Yerusalem, orang banyak menyambut Dia dengan gembira dan penuh antusias. Orang banyak meletakkan pakaian mereka di jalan. Menghamparkan pakaian dan ranting menunjukkan penghormatan besar, mirip penyambutan raja. Kebiasaan orang Yahudi bila kedatangan seorang raja adalah menyambutnya dengan elu-elukan daun-daun Palem. Ibarat meletakkan karpet merah untuk menyambut seorang raja. Orang banyak berseru: “Hosana bagi Anak Daud!” Hosana artinya: “Tolonglah kami sekarang!” “Selamatkanlah kami!”—teriakan penuh harap dan pujian. Mereka melihat Yesus sebagai penyelamat — tapi hanya secara duniawi. Mereka ingin diselamatkan dari penjajahan Romawi, bukan dari dosa mereka. Mereka yakin bahwa Yesuslah Raja dan juga Mesias yang dijanjikan Allah untuk menyelamatkan mereka dari penindasan dan belenggu penjajah, karena mereka telah melihat wibawa dan kuasa yang ada pada Yesus. Karena keyakinannya itu maka mereka menyambut dan mengelu-elukan Yesus dengan melambaikan daun Palem. Mengapa daun Palem ? Pohon palem menjadi sangat erat kaitannya dengan kemenangan dalam budaya Romawi kuno sehingga kata Latin palma dapat digunakan sebagai sinonim untuk kemenangan itu sendiri. Seorang pengacara yang memenangkan kasusnya di forum akan menghiasi pintu depannya dengan daun palem. Karena itu, daun palem merupakan simbol kemenangan.
Apa yang mendorong mereka memperlakukan Yesus sebagai Raja Israel ? Dalam konteks yang terdekat karena mereka telah melihat Yesus membangkitkan Lazarus. Mereka mengira bahwa Yesus yang penuh kuasa ini adalah raja yang telah lama dinantikan dan yang akan tampil sebagai pemimpin bangsa Israel secara lahiriah dengan pedang di tangan.
Refleksi: Apakah iman kita hanya bergantung pada situasi? Apakah kita tetap memuji Yesus saat doa kita belum dijawab seperti yang kita harapkan?
🔹 Ayat. 10–11 : Reaksi Orang banyak : Dan ketika Ia masuk ke Yerusalem, gemparlah seluruh kota itu dan orang berkata: ‘Siapakah orang ini?’ Dan orang banyak itu menyahut: ‘Inilah nabi Yesus dari Nazaret di Galilea.”
Ada kontras antara pengenalan orang banyak (yang sudah mengenal karya Yesus) dan kebingungan warga kota. Ada yang menyebut-Nya “nabi dari Nazaret” menunjukkan bahwa sebagian besar orang masih memandang-Nya dari sisi manusiawi dan kenabian, belum sepenuhnya memahami keilahian-Nya. Bahkan, cara Yesus memasuki Yerusalem sebagai kota besar, tempat kedudukan raja-raja kuno Yehuda, dan tempat kedudukan Daud sebelumnya, dengan cara yang sangat terbuka memberi kesan yang berbeda. Menunggang keledai bukan menunggang kuda seperti yang dilakukan para hakim dan raja-raja Israel kuno, disertai dengan pengiring yang besar jumlahnya.
Bahwa penduduk kota Yerusalem pada umumnya merasa khawatir dengan peralatan yang tidak biasa itu, dan berteriak-teriak, dan berlarian dalam jumlah besar untuk menanyakan apa yang terjadi, bahkan bertanya Siapakah orang ini ? Mereka tidak mengenalinya; karena meskipun ia telah berkhotbah kepada mereka, dan melakukan mukjizat di antara mereka, namun mereka belum pernah melihat dia dalam kemegahan seperti itu; dan tidak dapat membayangkan siapakah dia, yang memasuki kota mereka dengan cara seperti itu, di tengah sorak-sorai dan seruan dari begitu banyak orang: hal itu tampaknya sangat memengaruhi mereka, dan memenuhi mereka dengan kekhawatiran, keheranan, dan ketakutan. Yesus masuk ke Yerusalem bukan untuk menerima mahkota emas, tetapi mahkota duri. Ia datang bukan untuk duduk di atas takhta dunia, tetapi untuk tergantung di atas kayu salib.
Refleksi: Pertanyaan ini tetap relevan sampai hari ini. Setiap orang harus menjawabnya secara pribadi. Apakah Dia hanya tokoh sejarah, nabi, guru? Atau Dia adalah Raja dan Juruselamat dalam hidup kita?
3. MEMAKNAI TEKS :
Beberapa point perenungan yang bisa direnungkan adalah :
- Yesus menjalani jalan penderitaan sebagai bukti bahwa keselamatan kita adalah inisiatif Allah. “Yesus memasuki Kota Yerusalem” mengingatkan kita bagaimana Yesus memasuki via dolorasa, jalan penderitaan menghadapi sengsaraNya di kayu salib. Ia datang menghadapi kematianNya untuk menjadi ganti atas kita demi ketaatan kepada kehendak Allah yang mengutusNya. Pertama dan terakhir dalam hidupNya di dunia, Yesus disambut sebagai seorang Raja, dipuja dan diagungkan, walau setelah itu disiksa dan disalibkan. Semua itu menjadi bukti bahwa keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus bagi kita, semuanya atas persuruhan dan inisiatif Allah. Dia datang melalui AnakNya sendiri, Yesus Kristus, untuk menyelamatkan kita.
- Teladan Yesus dalam kesederhanaan & kerendah hatianNya. Biasanya ketika seorang Raja datang akan disambut meriah dengan persiapan yang maksimal & fasilitas terbaik. Tapi tampaknya hal itu tidak berlaku bagi Yesus Sang Raja yang memasuki kota Yerusalem. Jangankan kereta kuda, keledai pun Dia tak punya. Yesus menjalani hidupNya dengan sangat sederhana. Ketika lahirpun, tempat yang tersisa hanya kandang domba. Dalam pelayananNya juga, Ia mengharapkan belas kasih dari orang-orang yang dilayaniNya, tapi Dia tetap menjalankan Misi/ Tugas dari Allah yang mengutusNya, dengan tuntas walau tanpa fasilitas. Yesus sangat bertolak belakang dengan gambaran Raja yang ada di dunia ini. Dia memasuki Yerusalem dengan penuh kesederhanaan & kerendahan hati, demikian tentunya kita juga dipanggil untuk menjalani hidup kita dengan tidak terikat pada materi. Kecenderungan manusia saat ini hidup dengan gaya “flexing”, pamer harta & kekayaan, konsumerisme dan hedonisme, sangat bertentangan dengan keteladanan Yesus Sang Raja.
- Bagaimana respon kita mendukung pelayanan Yesus & menyambut Dia yang membawa keselamatan bagi kita ? Siapkah kita mempersembahkan segenap daya, pikiran, tenaga bahkan seluruh hidup kita dan apa yang ada pada kita untuk dipakai oleh Tuhan yang telah menyelamatkan kita ?
- Belajar dari si empunya keledai, yang tidak protes, tidak melarang tapi merelakan keledainya dipakai oleh Yesus (bdk. Markus 11:5-6)
- Belajar dari kedua murid yang merespon Yesus dengan ketaatan dan kepatuhan pada apa yang diperintahkan Yesus, sekalipun ada resikonya. Juga meneladani inisiatif mereka untuk memberikan apa yang ada dalam diri mereka, mengalasi keledai itu dengan pakaian mereka sendiri karena mereka melihat keledai itu tanpa pelana, sehingga bisa dinaiki oleh Yesus. Apa yang bisa kita lakukan dengan apa yang kita miliki hari ini untuk Tuhan? Bukankah seharusnya banyak hal yang bisa kita lakukan dan persembahkan untuk mendukung pelayanan gereja sebagai wujud syukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkan kita?
- Orang banyak menyambut Yesus dengan menghamparkan pakaiannya di jalan. Pesan teks dalam ayat ini :Demikianlah juga kita yang menjadikan Kristus Raja, harusnya meletakkan segala yang kita miliki di bawah kakiNya. “Menghamparkan pakaian” adalah sebagai lambang penyerahan hati. Ia telah datang dengan kerendahan hati maka kitapun harus menyambutNya dengan segenap kerendahan hati, menempatkan diri kita di bawah kakiNya, menandakan Yesuslah yang utama dalam hidup kita. Kedatangan Yesus yang siap menderita bagi keselamatan kita hendaklah direspon dengan baik, dengan sambutan yang tulus dan kerelaan hati. Ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon & menyebarkan di jalan yang dilalui Yesus. Artinya tidak sekedar menunjukkan kerelaan hati tapi juga butuh usaha melakukan yang terbaik dalam merespon dan menyambut Yesus dalam hidup kita.
- Miliki motivasi & pengharapan yang benar dalam merespon dan menyambut Yesus. Orang banyak yang saat itu menyambut Yesus dengan meriah, di kemudian hari justru beberapa di antaranya ikut juga dalam gerombolan yang menyerukan agar Yesus dihukum & disalibkan. Itulah yang terjadi jika motivasi penyambutan dilakukan atas dasar kepentingan pribadi. Kepentingan dan harapan mereka adalah dibebaskan dari penjaja-han Romawi, tapi ketika harapan mereka tak terwujud mereka berbalik arah. Ingatlah: motivasi penyambutan & pelayanan kita pada Yesus bukanlah untuk kepentingan kita, tetapi untuk merespon apa yang telah Dia perbuat untuk kita. Sehingga sekalipun dalam pelayanan kita menghadapi hal yang tidak kita harapkan, kita tidak kecewa & berbalik arah, tetapi tetap mampu tetap memuji dan memuliakan Tuhan di sepanjang hidup kita. Marilah fokus kita tertuju pada YESUS. Dialah yang menjadi sentral dalam hidup & pelayanan kita, Dialah Raja kita dan hanya Dialah yang berkuasa atas kita. Amin.
[1] Bahan Pemberitaan Firman – Minggu 13 April 2025
[2] Pelayan di Jemaat Imanuel Oesao – Klasis Kupang Timur